CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Wednesday, November 21, 2012

Budaya Organisasi

Konsep Budaya Organisasi
Menurut pandangan Davis (1984), budaya organisasi merupakan pola keyakinan dan nilai-nilai organisasional yang dipahami, dijiwai dan dipraktikkan oleh organisasional sehingga pola tersebut memberikan arti tersendiri dan menjadi dasar berperilaku dalam organisasional. Sedangkan Schein (1992) mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu pola dari asumsi-asumsi dasar yang ditemukan, diciptakan atau dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu dengan maksud agar organisasi belajar mengatasi atau menanggulangi masalah-masalah yang timbul sebagai akubat adaptasi eksternal dan integrasi internal yang sudah berjalan cukup baik. Sehingga perlu diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang benar untuk memahami, memikirkan dan merasakan berkenaan dengan masalah-masalah tersebut.

Fungsi Budaya dalam Organisasi
Fungsi budaya organisasi menurut Nelson dan Quick, 1997 :
1. Perasaan Identitas dan Menambah Komitmen Organisasi
Identitas ini terbentuk oleh berbagai faktor seperti sejarah, kondisi dan sisi geografis, sistem-sistem sosial, politik dan ekonomi, serta perubahan nilai-nilai di dalam masyarakat, perbedaan dan identitas budaya (kebudayaan) dapat mempengaruhi kebijaksanaan pemerintahan di berbagai bidang.
2. Alat Pengorganisasian Anggota
Budaya organisasi berfunsi sebagai pengikat seluruh komponen organisasi, terutama pada saat organisasi menghadapi guncangan baik dari dalam maupun dari luar akibat adanya perubahan.
3. Menguatkan Nilai-Nilai dalam Organisasi
Kebersamaan adalah faktor pengikat yang kuat seluruh anggota organisasi.
4. Mekanisme Kontrol Prilaku
Budaya berisi norma tingkah laku dan menggariskan batas-batas toleransi sosial.

Upaya untuk Meningkatkan Kualitas Budaya Organisasi
Dalam usaha untuk meningkatkan budaya organisasi, dapat menggunakan praktik-praktik yang juga dilakukan dalam organisasi tersebut. Misalnya, dilakukan proses seleksi yang sesuai dengan budaya organisasi tersebut, lalu misalnya dengan pemberian penghargaan kepada orang-orang yang dengan baik menjaga budaya organisasi tersebut dan juga melakukan pemutusan hubungan kerja dengan orang-orang yang menentang buday organisasi tersebut. Dengan begitu, budaya yang ada dalam suatu organisasi tersebut akan terjaga dengan baik.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Budaya Organisasi
1. Sejarah Organisasi
Sejarah organisasi memuat tentang bagaimana proses pendirian suatu organisasi tersebut, keberhasilan yang dimulai dari bawah, pengurangan tenaga kerja, pemindahan karyawan dan juga masalah-masalah lain yang muncul dalam organisasi. Hal tersebut menjadi suatu cerminan budaya dan memberikan pengaruh agar dapat melakukan hal yang lebih baik lagi di masa sekarang.
2. Kebiasaan
Merupakan suatu pengulangan aktivitas yang dilakukan dalam organisasi sehingga akan menjadi suatu kebiasaan dan juga akan menjadi budaya yang ada dalam organisasi tersebut. dengan tetap terjaganya budaya-budaya organisasi maka akan memantapkan nilai-nilai dalam organisasi dan tujuan-tujuan organisasi.
3. Bahasa
Dengan mempelajari bahasa organisasi yang ada, maka pelaku-pelaku organisasi pun akan mempelajarinya bahasa-bahasa tersebut dan akan berusaha mempertahankannya.

Proses Pembentukan Budaya Organisasi
Menururt Kotter dan Haskett proses pembentukan budaya organisasi, sebagai berikut:
1. Manager Puncak
Tindakan-tindakan manager puncak akan membentuk iklim dalam organisasi tersebut, sehingga peranan manager puncak sangatlah besar dalam penerimaan atau penolakan suatu budaya organisasi.
2. Perilaku Organisasi
Menyangkut bagaimana proses penerimaan tindakan manager puncak oleh para anggotanya.
3. Hasil
Dengan adanya tindakan-tindakan tersebut akan muncul suatu kebiasaan yang menunjukan bagaimana budaya organisasi tersebut berada.
4. Budaya
Kebiasaan-kebiasaan yang muncul tersebut akan memunculkan adanya suatu nilai-nilai yang ada dalam organisasi yang juga akan mempengaruhi prose pencapaian tujuan organiasasi.

Manajemen Stress

Konsep Stress
Menurut Hans Selye, “Stres adalah respons manusia yang bersifat nonspesifik terhadap setiap tuntutan kebutuhan yang ada dalam dirinya” (Pusdiknakes, Dep.Kes.RI,1989). Stres adalah reaksi atau respons tubuh terhadap stresor psikososial (tekanan mental atau beban kehidupan)” (Dadang Hawari, 2001).
Stres adalah suatu kekuatan yang mendesak atau mencekam, yang menimbulkan suatu ketegangan dalam diri seseorang” (Soeharto Heerdjan, 1987). Secara umum, yang dimaksud “Stres adalah reaksi tubuh terhadap situasi yang menimbulkan tekanan, perubahan, ketegangan emosi, dan lain-lain”. “Stres adalah segala masalah atau tuntutan penyesuaian diri, dan karena itu, sesuatu yang mengganggu keseimbangan kita” (Maramis, 1999).
Menurut Vincent Cornelli, sebagaimana dikutip oleh Grant Brecht (2000) bahwa yang dimaksud “Stres adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan, yang dipengaruhi baik oleh lingkungan maupun penampilan individu di dalam lingkungan tersebut”.

Mekanisme Stress
Gejala-gejala stres pada diri seseorang seringkali tidak disadari karena perjalanan awal tahapan stres timbul secara lambat. Dan, baru dirasakan bilamana tahapan gejala sudah lanjut dan mengganggu fungsi kehidupannya sehari-hari baik di rumah, di tempat kerja ataupun di pergaulan lingkungan sosialnya. Dr. Robert J. Van amberg (1979) dalam penelitiannya membagi tahapan-tahapan stres sebagaimana berikut :
a. Stres Tahap I
Tahapan ini merupakan tahapan stres paling ringan, dan biasanya disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut :
  • Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting)
  • Penglihatan “tajam” tidak sebagaimana biasanya.
  • Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya; Namun tanpa disadari cadangan energi dihabiskan (all out) disertai rasa gugup yang berlebihan pula.
  • Merasa senang dengan pekerjaannya itu dan semakin bertambah semangat, Namun tanpa disadari cadangan energi semakin menipis.
b. Stres Tahap II
Dalam tahapan ini dampak stres yang semula “menyenangkan” sebagaimana diuraikan pada tahap I di atas Mulai menghilang, dan timbul keluhan-keluhan yang disebabkan karena cadangan energi tidak lagi cukup sepanjang hari karena tidak cukup waktu untuk beristirahat. Istirahat antara lain dengan tidur yang cukup bermanfaat untuk mengisi atau memulihkan cadangan energi yang mengalami deficit. Analogi dengan hal ini adalah misalnya handphone (HP) yang sudah lemah harus kembali diisi ulang (di-charge) agar dapat digunakan lagi dengan baik. Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang yang berada pada stres tahap II adalah sebagai berikut :
  • Merasa letih sewaktu bangun pagi, yang seharusnya merasa segar.
  • Merasa mudah lelah sesudah makan siang.
  • Lekas merasa capai menjelang sore hari.
  • Sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman (bowel discomfort).
  • Detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-debar).
  • Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang.
  • Tidak bisa santai.
c. Stres tahap III
Bila seseorang itu tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya tanpa menghiraukan keluhan-keluhan sebagaimana diuraikan pada stres tahap II tersebut di atas, maka yang bersangkutan akan menunjukkan keluhan-keluhan yang semakin nyata dan mengganggu, yaitu :
  • Gangguan lambung dan usus semakin nyata; misalnya keluhan “maag” (gastritis), buang air besar tidak teratur (diare)
  • Ketegangan otot semakin terasa
  • Perasaan ketidak-tenangan dan ketegangan emosional semakin meningkat.
  • Gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar untuk Mulai masuk tidur (early insomnia), atau terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur (middle insomnia), atau bangun terlalu pagi/ dini hari dan tidak dapat kembali tidur (late insomnia).
  • Koordinasi tubuh terganggu (badan terasa oyong dan serasa mau pingsan).
Pada tahapan ini seseorang sudah harus berkonsultasi pada dokter untuk memperoleh terapi, atau bisa juga beban stres hendaknya dikurangi dan tubuh memperoleh kesempatan untuk beristirahat guna menambah suplai energi yang mengalami defisit.
d. Stres Tahap IV
Tidak jarang seseorang pada waktu memeriksakan diri ke dokter sehubungan dengan keluhan-keluhan stres tahap III di atas, oleh dokter dinyatakan tidak sakit karena tidak ditemukan kelainan-kelainan fisik pada organ tubuhnya. Bila hal ini terjadi dan yang bersangkutan terus memaksakan diri untuk bekerja tanpa mengenal istirahat, maka gejala stres tahap IV akan muncul :
  • Untuk bertahan sepanjang hari saja sudah terasa amat sulit.
  • Aktivitas pekerjaan yang semula menyenangkan dan mudah diselesaikan menjadi membosankan dan terasa lebih sulit.
  • Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan kemampuan untuk merespon secara memadai (adequate)
  • Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari
  • Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-mimpi yang menegangkan
  • Seringkali menolak ajakan (negativism) karena tiada semangat dan kegairahan.
  • Daya konsentrasi dan daya ingat menurun
  • Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat dijelaskan apa penyebabnya.
e. Stres Tahap V
Bila keadaan berlanjut, maka seseorang itu akan jatuh dalam stres tahap V yang ditandai dengan hal-hal berikut :
  • Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam (physical and psychological exhaustion)
  • Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang ringan dan sederhana
  • Gangguan sistem pencernaan semakin berat (gastro-intestinal disorder)
  • Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang semakin meningkat, mudah bingung dan panik.
f. Stres Tahap VI
Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang mengalami serangan panik (panic attack) dan perasaan takut mati. Tidak jarang orang yang mengalami stres tahap VI ini berulang-kali dibawa ke Unit Gawat Darurat bahkan ke ICCU, meskipun pada akhirnya dipulangkan karena tidak ditemukan kelainan fisik organ tubuh. Gambaran stres tahap VI ini adalah sebagai berikut :
  • Debaran jantung teramat keras
  • Susah bernafas (sesak dan mengap-mengap)
  • Sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat bercucuran
  • Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan
  • Pingsan atau kolaps (collapse)
Bila dikaji maka keluhan atau gejala-gejala sebagaimana digambarkan di atas lebih didominasi oleh keluhan-keluhan fisik yang disebabkan oleh gangguan faal (fungsional) organ tubuh sebagai akibat stresor psikososial yang melebihi kemampuan seseorang untuk mengatasinya.

Kategori Stress
Apabila ditinjau dari penyebab stres, menurut Sri Kusmiati dan Desminiarti (1990), dapat digolongkan sebagai berikut :
  1. Stres fisik, disebabkan oleh suhu atau temperatur yang terlalu tinggi atau rendah, suara amat bising, sinar yang terlalu terang, atau tersengat arus listrik.
  2. Stres kimiawi, disebabkan oleh asam-basa kuat, obat-obatan, zat beracun, hormone, atau gas.
  3. Stres mikrobiologik, disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang menimbulkan penyakit.
  4. Stres fisiologik, disebabkan oleh gangguan struktur, fungsi jaringan, organ, atau sistemik sehingga menimbulkan fungsi tubuh tidak normal.
  5. Stres proses pertumbuhan dan perkembangan, disebabkan oleh gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada masa bayi hingga tua.
  6. Stres psikis/ emosional, disebabkan oleh gangguan hubungan interpersonal, sosial, budaya, atau keagamaan.

Reaksi-reaksi terhadap Stress
1. Kecemasan
Respon yang paling umum Merupakan tanda bahaya yang menyatakan diri dengan suatu penghayatan yang khas, yang sukar digambarkan Adalah emosi yang tidak menyenangkan istilah “kuatir,” “tegang,” “prihatin,” “takut”fisik jantung berdebar, keluar keringat dingin, mulut kering, tekanan darah tinggi dan susah tidur
2. Kemarahan dan agresi Adalah perasaan jengkel sebagai respon terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman.Merupakan reaksi umum lain terhadap situasi stress yang mungkin dapat menyebabkan agresi, Agresi ialah kemarahan yang meluap-luap, dan orang melakukan serangan secara kasar dengan jalan yang tidak wajar.Kadang-kadang disertai perilaku kegilaan, tindak sadis dan usaha membunuh orang
3. Depresi Keadaan yang ditandai dengan hilangnya gairah dan semangat. Terkadang disertai rasa sedih.

Strategi Penanganan Stress
Kiat untuk mengendalikan stres menurut Grant Brecht (2000) sebagai berikut :
1. Sikap, keyakinan dan pikiran kita harus positif, fleksibel, Rasional, dan adaptif terhadap orang lain. Artinya, jangan terlebih Dahulu menyalahkan orang lain sebelum introspeksi diri dengan pengendalian internal.
2. Kendalikan faktor-faktor penyebab stres dengan jalan :
  • Kemampuan menyadari (awareness skills).
  • Kemampuan untuk menerima (acceptance skills)
  • Kemampuan untuk menghadapi (coping skills)
  • Kemampuan untuk bertindak (action skills).
3. Perhatikan diri anda, proses interpersonal dan interaktif, serta lingkungan anda.
4. Kembangkan sikap efisien.
5. Relaksasi
6. Visualisasi (angan-angan terarah)

Kepuasaan Kerja

Pengertian Kepuasan Kerja
  • Handoko : Keadaan emosional yang menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini dampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya.
  • Stephen Robins : Kepuasan itu terjadi apabila kebutuhan-kebutuhan individu sudah terpenuhi dan terkait dengan derajat kesukaan dan ketidaksukaan dikaitkan dengan Pegawai; merupakan sikap umum yang dimiliki oleh Pegawai yang erat kaitannya dengan imbalan-imbalan yang mereka yakini akan mereka terima setelah melakukan sebuah pengorbanan. Apabila dilihat dari pendapat Robin tersebut terkandung dua dimensi, pertama, kepuasan yang dirasakan individu yang titik beratnya individu anggota masyarakat, dimensi lain adalah kepuasan yang merupakan sikap umum yang dimiliki oleh pegawai.

Faktor-faktor yang Mempengeruhi Kepuasan Kerja
Menurut pendapat Blum ada pendapat lain dari Gilmer (1966) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja sebagai berikut:
1. Kesempatan untuk maju
Dalam hal ini ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh pengalaman dan peningkatan kemampuan selama kerja.
2. Keamanan kerja
Faktor ini sering disebut sebagai penunjang kepuasan kerja, baik bagi karyawan pria maupun wanita. Keadaan yang aman sangat mempengaruhi perasaan karyawan selama kerja.
3. Gaji
Gaji yang lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan, dan jarang orang mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang diperolehnya.
4. Perusahaan dan manajemen
Perusahaan dan manajemen yang baik adalah yang mampu memberikan situasi dan kondisi kerja yang stabil. Faktor ini yang menentukan kepuasan kerja karyawan.
5. Pengawasan (Supervise)
Bagi karyawan, supervisor dianggap sebagai figur ayah dan sekaligus atasannya. Supervisi yang buruk dapat berakibat absensi dan turn over.
6. Faktor intrinsik dari pekerjaan
Atribut yang ada pada pekerjaan mensyaratkan ketrampilan tertentu. Sukar dan mudahnya serta kebanggaan akan tugas akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan.
7. Kondisi kerja
Termasuk disini adalah kondisi tempat, ventilasi, penyinaran, kantin dan tempat parkir.
8. Aspek sosial dalam pekerjaan
Merupakan salah satu sikap yang sulit digambarkan tetapi dipandang sebagai faktor yang menunjang puas atau tidak puas dalam kerja.
9. Komunikasi
Komunikasi yang lancar antar karyawan dengan pihak manajemen banyak dipakai alasan untuk menyukai jabatannya. Dalam hal ini adanya kesediaan pihak atasan untuk mau mendengar, memahami dan mengakui pendapat ataupun prestasi karyawannya sangat berperan dalam menimbulkan rasa puas terhadap kerja.
10. Fasilitas
Fasilitas rumah sakit, cuti, dana pensiun, atau perumahan merupakan standar suatu jabatan dan apabila dapat dipenuhi akan menimbulkan rasa puas.

Manajemen Komitmen

Pengertian Komitmen
Komitmen organisasi, menurut Alwi, (2001) adalah sikap karyawan untuk tetap berada dalam organisasi dan terlibat dalam upaya-upaya mencapai misi, nilai-nilai dan tujuan organisasi. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa komitmen merupakan suatu bentuk loyalitas yang lebih konkret yang dapat dilihat dari sejauh mana karyawan mencurahkan perhatiasn, gagasan, dan tanggung jawab dalam upaya mencapai tujuan organisasi.
Robbins, (1998) berpendapat bahwa komitmen organisasi adalah sampai tingkat mana seseorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya, dan berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi itu. Komitmen organisasi yang tinggi berarti terdapat kepemihakan kepada organisasi yang tinggi pula. Komitmen sebagai prediktor kinerja seseorang merupakan prediktor yang lebih baik dan bersifat global, dan bertahan dalam organisasi sebagai suatu keseluruhan daripada kepuasan kerja semata.

Komitmen dalam Profesi Mengajar
Dalam perannya menjadi seorang tenaga pendidik di sekolah, seorang guru harus memiliki komitmen yang tinggi terhadap apa yang akan dikerjakannya. Tinggi rendahnya komitmen setiap guru, dapat dilihat dari beberapa indikator berikut ini :
1. Menguasai bahan pelajaran
Seorang pengajar tentunya harus menguasai bahan pelajaran yang akan diberikan pada peserta didik. Guru dituntut untuk selalu berusaha menambah pengetahuan dan ilmu guna diberikan atau diajarkan pada siswa-siswanya.
2. Menyusun program pengajaran
Menyusun program pengajaran merupakan salah sastu indikator guru yang memiliki komitmen terhadap pekerjaannya. Menyusun program pengajaran sangat penting dilakukan bagi seorang guru karena dengan adanya susunan program pengajaran, guru akan lebih mudah dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
3. Melaksanakan program pengajaran
Setelah rencana-rencan program pengajaran dibuat hal berikutnya adalah melaksanakan program pengajaran tersebut. Melaksanakan program pengajaran ini ditandai dengan menciptakan iklim belajar-mengajar yang tepat, mengelola interaksi belajar mengajar serta melaksanakan bimbingan dan penyuluhan.
4. Menilai hasil proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan
Seorang guru yang bertanggung jawab tentunya berusaha mengetahui tingkat keberhasilan program pengajaran yang telah dilakukannya. Penilaian dilakukan bukan hanya kepada peserta didik semata tetapi penilaian itu berlaku juga pada diri guru yang bersangkutan.

Unsur-unsur Komitmen Organisasi
1. Identifikasi
Identifikasi, yang mewujud dalam bentuk kepercayaan pegawai terhadap organisasi, dapat dilakukan dengan memodifikasi tujuan organisasi, sehingga mencakup beberapa tujuan pribadi para pegawai ataupun dengan kata lain organisasi memasukkan pula kebutuhan dan keinginan pegawai dalam tujuan organisasinya. Hal ini akan membuahkan suasana saling mendukung diantara para pegawai dengan organisasi. Lebih lanjut, suasana tersebut akan membawa pegawai dengan rela menyumbangkan sesuatu bagi tercapainya tujuan organisasi, karena pegawai menerima tujuan organisasi yang dipercayai telah disusun demi memenuhi kebutuhan pribadi mereka pula (Pareek, 1994 : 113).
2. Keterlibatan
Keterlibatan atau partisipasi pegawai dalam aktivitas-aktivitas kerja penting untuk diperhatikan karena adanya keterlibatan pegawai menyebabkab mereka akan mau dan senang bekerja sama baik dengan pimpinan ataupun dengan sesama teman kerja. Salah satu cara yang dapat dipakai untuk memancing keterlibatan pegawai adalah dengan memancing partisipasi mereka dalam berbagai kesempatan pembuatan keputusan, yang dapat menumbuhkan keyakinan pada pegawai bahwa apa yang telah diputuskan adalah merupakan keputusan bersama. Disamping itu, dengan melakukan hal tersebut maka pegawai merasakan bahwa mereka diterima sebagai bagian yang utuh dari organisasi, dan konsekuensi lebih lanjut, mereka merasa wajib untuk melaksanakan bersama apa yang telah diputuskan karena adanya rasa keterikatan dengan apa yang mereka ciptakan (Sutarto, 1989 :79). Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat kehadiran mereka yang memiliki rasa keterlibatan tinggi umumnya tinggi pula (Steer, 1985). Mereka hanya absen jika mereka sakit hingga benar-benar tidak dapat masuk kerja. Jadi, tingkat kemangkiran yang disengaja pada individu tersebut lebih rendah dibandingkan dengan pegawai yang keterlibatannya lebih rendah. Ahli lain, Beynon (dalam Marchington, 1986 : 61) mengatakan bahwa partisipasi akan meningkat apabila mereka menghadapi suatu situasi yang penting untuk mereka diskusikan bersama, dan salah satu situasi yang perlu didiskusikan bersama tersebut adalah kebutuhan serta kepentingan pribadi yang ingin dicapai oleh pegawai dalam organisasi. Apabila kebutuhan tersebut dapat terpenuhi hingga pegawai memperoleh kepuasan kerja, maka pegawaipun akan menyadari pentingnya memiliki kesediaan untuk menyumbangkan usaha dan kontribusi bagi kepentingan organisasi. Sebab hanya dengan pencapaian kepentingan organisasilah, kepentingan merekapun akan lebih terpuaskan.
3. Loyalitas
Loyalitas pegawai terhadap organisasi memiliki makna kesediaan seseorang untuk melanggengkan hubungannya dengan organisasi, kalau perlu dengan mengorbankan kepentingan pribadinya tanpa mengharapkan apapun (Wignyo-soebroto, 1987). Kesediaan pegawai untuk mempertahankan diri bekerja dalam organisasi adalah hal yang penting dalam menunjang komitmen pegawai terhadap organisasi dimana mereka bekerja. Hal ini dapat diupayakan bila pegawai merasakan adanya keamanan dan kepuasan di dalam organisasi tempat ia bergabung untuk bekerja.

Pendekatan terhadap Komitmen
1. Attitudional Commitment
Attitudional Commitment berarti pendekatan berdasarkan sikap. Pendekatan ini berfokus kepada proses bagaimana seseorang mulai memikirkan mengenai hubungannya dalam organisasi  atau menentukan sikapnya terhadap organisasi. Dengan kata lain hal ini dianggap sebagai sebuah pola pikir dimana individu memikirkan sejauh mana nilai dan tujuannya sendiri sesuai dengan organisasi dimana ia berada.
2. Behavioral Commitment
Behavioral Commitment berarti pendekatan berdasarkan tingkah laku. Pendekatan ini berhubungan dengan proses dimana individu merasa terikat kepada organisasi tertentu dan bagaimana cara mereka mengatasi setiap masalah yang dihadapi.